JAKARTA - Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), A. Muhaimin Iskandar, menegaskan seluruh kegiatan program Makan Bergizi Gratis (MBG) harus menggunakan produk lokal sepenuhnya.
Ia menambahkan bahwa tidak boleh ada bahan impor yang digunakan dalam program tersebut. Pernyataan ini disampaikan usai kunjungan dan dialognya dengan pengelola Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kabupaten Bandung.
“Sebagai pengawas BGN, saya minta BGN memastikan tidak ada satu barang pun yang impor, baik bahan pangan maupun peralatan dapur MBG. Semua harus mengandalkan produksi dalam negeri,” ujar Cak Imin, sapaan akrab Menko PM.
Langkah ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto agar MBG tidak sekadar program gizi, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Dengan memprioritaskan bahan dan peralatan produksi lokal, program ini diharapkan mampu memperkuat ekosistem ekonomi UMKM dan koperasi, sekaligus meminimalkan ketergantungan pada barang impor.
MBG Sebagai Motor Penggerak Ekonomi Lokal
Cak Imin menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat melalui program MBG. “Jadi supaya ekosistem ekonomi tumbuh, tahap kedua nanti, kalau sudah mulai stabil, jangan lagi menggunakan barang-barang di luar UMKM dan koperasi. Ini harapan saya,” ujarnya.
Ia mencontohkan peran koperasi di Pondok Pesantren Al-Ittifaq yang telah berfungsi sebagai agregator petani dan produsen pangan lokal untuk mendukung ekosistem MBG. Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Al-Ittifaq menjadi bukti nyata bahwa program MBG bisa membentuk rantai pasok lokal yang kuat, sekaligus memperkuat ekonomi masyarakat setempat.
“Menjadi pelajaran bahwa kalau ekosistemnya benar maka akan tumbuh pelaku-pelaku ekonomi yang baik. Karena itu saya sangat bahagia dan mendukung penuh. Makanya Al-Ittifaq saya tetapkan sebagai duta pemberdayaan masyarakat yang juga sebagai inspirator dan pusat pemberdayaan masyarakat,” tambah Cak Imin.
Dampak MBG Terhadap Perekonomian dan Lapangan Kerja
Sepanjang satu tahun pelaksanaan MBG, tercatat 1,4 miliar porsi makanan telah dibagikan melalui 12.508 SPPG kepada 36,7 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Program ini juga menciptakan 625,4 ribu lapangan kerja baru, sementara 18.895 UMKM, koperasi, dan BUMDes telah menjadi bagian dari ekosistem ekonomi MBG.
Data tersebut menunjukkan bahwa MBG tidak hanya sekadar intervensi gizi, tetapi juga motor penggerak ekonomi lokal, yang mampu memperkuat kapasitas produksi UMKM, koperasi, dan pesantren. Dengan ekosistem yang berjalan baik, diharapkan masyarakat tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga pelaku ekonomi yang produktif.
Pesantren Sebagai Pusat Pemberdayaan
Pondok Pesantren Al-Ittifaq menjadi contoh nyata integrasi program nasional dengan pemberdayaan lokal. Pesantren ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan dapat berperan lebih luas, bukan hanya sebagai pusat pengajaran, tetapi juga sebagai pusat pemberdayaan ekonomi dan sosial.
Cak Imin menekankan bahwa jika ekosistemnya benar, pelaku ekonomi lokal akan tumbuh secara alami, dan hal ini akan memperkuat pembangunan berkelanjutan. Pesantren, dalam hal ini, menjadi model pemberdayaan masyarakat berbasis lokal, yang mendukung tujuan MBG secara efektif.
Tugas Menko PM dalam Program MBG
Sebagai bagian dari struktur koordinasi nasional, Presiden Prabowo Subianto menunjuk Menko Muhaimin sebagai Wakil Ketua II Tim Koordinasi MBG. Salah satu tugas utama adalah memastikan bahwa program MBG berjalan lancar, tepat sasaran, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat.
Instruksi untuk mengutamakan produk lokal merupakan bagian dari strategi agar MBG menjadi program multi-manfaat, yaitu meningkatkan gizi masyarakat sekaligus memperkuat ekonomi lokal. Kebijakan ini juga menjadi pelajaran penting bagi lembaga lain bahwa program sosial bisa memanfaatkan potensi lokal secara optimal.
Sinergi Pemerintah dan Lembaga Lokal
Cak Imin menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, koperasi, UMKM, dan pesantren. Dengan sinergi ini, ekosistem MBG dapat berjalan lebih efisien dan berkelanjutan, memberikan manfaat ganda: memperbaiki gizi masyarakat dan memperkuat ekonomi lokal.
“Kalau ekosistemnya berjalan baik, otomatis muncul pelaku ekonomi lokal yang tangguh. Hal ini juga memperkuat cita-cita pembangunan berkelanjutan, karena masyarakat tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga pelaku ekonomi,” ujar Menko PM.
MBG Sebagai Model Nasional Pemberdayaan
Program MBG diharapkan menjadi model nasional pemberdayaan masyarakat, yang dapat direplikasi di seluruh Indonesia. Dengan menekankan pemanfaatan produk lokal, program ini memperkuat UMKM, koperasi, dan pesantren sebagai tulang punggung ekonomi lokal.
Cak Imin menegaskan bahwa keberhasilan MBG akan bergantung pada komitmen seluruh pihak untuk menggunakan bahan lokal, memperkuat rantai pasok, dan membangun ekosistem yang mandiri.
Langkah ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, inklusif, dan berpihak pada masyarakat.
Menko PM berharap MBG dapat terus berkembang, tidak hanya sebagai program gizi, tetapi juga sebagai pemberdayaan ekonomi berbasis lokal. Dengan ekosistem yang kuat, masyarakat dapat menjadi lebih mandiri dan produktif.
“Program MBG bukan sekadar soal makanan bergizi, tetapi soal pemberdayaan masyarakat melalui ekonomi lokal. Ini harus menjadi contoh untuk program-program nasional lain,” tandasnya.
Melalui arahan ini, MBG bukan hanya memastikan nutrisi yang layak bagi penerima manfaat, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal melalui UMKM, koperasi, dan pesantren. Dengan begitu, program MBG menjadi strategi multi-dimensi: sehat, produktif, dan berkelanjutan.