JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali melanjutkan program harga gas murah dengan menetapkan skema baru Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk tujuh sektor industri. Program ini bertujuan untuk mendukung daya saing industri nasional dan mempercepat pemulihan serta pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengesahkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025, yang merupakan perubahan kedua atas Keputusan Menteri ESDM sebelumnya, terkait dengan pengguna gas bumi tertentu. Skema harga gas murah ini akan berlaku bagi tujuh sektor industri yang mencakup pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Dengan demikian, ada 253 pengguna gas bumi yang berhak memperoleh harga khusus tersebut.
"Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo, HGBT dibedakan berdasarkan pemanfaatan gas bumi. Untuk sektor yang menggunakan gas sebagai bahan bakar, harganya ditetapkan sebesar US$ 7 per MMBTU (million British thermal unit), sementara untuk yang menggunakannya sebagai bahan baku, harga gas ditetapkan sebesar US$ 6,5 per MMBTU," ujar Bahlil Lahadalia.
Upaya Pemerintah untuk Meningkatkan Daya Saing Industri
Penetapan harga gas bumi yang lebih terjangkau ini merupakan langkah konkret pemerintah dalam memperbaiki daya saing sektor industri Indonesia di kancah global. Sebelumnya, harga gas untuk industri tertentu berkisar antara US$ 6,75 hingga US$ 7,75 per MMBTU. Dengan harga baru ini, diharapkan industri domestik dapat lebih bersaing dengan negara-negara lain dalam menarik investor dan meningkatkan produktivitas mereka.
Menurut Bahlil, kebijakan ini sangat sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 yang menargetkan penurunan harga gas bumi untuk sektor industri guna mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. "Kami berharap dengan harga gas yang lebih kompetitif, industri Indonesia bisa lebih efisien dan meningkatkan daya saingnya di pasar internasional, yang akhirnya juga akan membuka peluang lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ungkap Bahlil.
Skema HGBT ini juga berupaya untuk meringankan beban produksi sektor industri, serta membuat harga produk di pasar domestik menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah menilai bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak positif yang luas bagi perekonomian nasional.
Dampak Positif Kebijakan HGBT pada Sektor Kelistrikan dan Industri
Selain untuk sektor industri, kebijakan harga gas murah juga berimbas pada sektor kelistrikan. Pemerintah melalui kebijakan ini berupaya menurunkan biaya pokok penyediaan listrik (BPP) untuk memastikan tarif listrik tetap kompetitif dan tidak memberatkan masyarakat. Pada akhirnya, hal ini juga akan mengurangi beban subsidi energi yang ditanggung negara.
Sejak diberlakukannya kebijakan harga gas murah, penghematan BPP listrik sudah mencapai triliunan rupiah. "Penghematan biaya pokok penyediaan listrik antara 2020 hingga 2024 mencapai triliunan rupiah, dengan puncaknya pada 2022 yang berhasil menghemat hingga Rp 16,06 triliun," jelas Bahlil.
Kebijakan ini juga berkontribusi pada pengurangan subsidi listrik, dengan penghematan terbesar terjadi pada 2022 yang tercatat sebesar Rp 4,10 triliun. Selain itu, kompensasi listrik juga mengalami penurunan signifikan, mencapai penghematan Rp 13,09 triliun pada tahun yang sama. Penghematan ini membantu pemerintah mengoptimalkan anggaran negara dan meningkatkan efisiensi biaya operasional PT PLN.
Di PT PLN Batam, penghematan yang dihasilkan dari penerapan kebijakan HGBT pada 2023 tercatat mencapai Rp 844,95 miliar. "Ini menunjukkan bahwa kebijakan harga gas murah dapat membantu mengurangi beban anggaran negara sekaligus meningkatkan efisiensi di sektor kelistrikan," kata Bahlil.
Manfaat Ekonomi yang Dihasilkan oleh Kebijakan HGBT
Kebijakan HGBT ini tidak hanya memberikan dampak pada sektor kelistrikan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi sektor industri. Antara 2020 hingga 2023, kebijakan ini tercatat telah memberikan total manfaat ekonomi sebesar Rp 247,26 triliun. Peningkatan ekspor, misalnya, tercatat mencapai Rp 127,84 triliun, sementara penerimaan pajak nasional mengalami kenaikan sebesar Rp 23,30 triliun.
Selain itu, sektor industri juga merasakan dampak positif berupa pertumbuhan investasi yang tercatat sebesar Rp 91,17 triliun. Peningkatan investasi ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap iklim investasi di Indonesia yang semakin baik berkat kebijakan harga gas yang lebih kompetitif.
Ketua Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI), Sanny Iskandar, menyambut baik kebijakan ini. Ia menyatakan bahwa penerapan HGBT untuk industri di kawasan industri sangat penting agar industri nasional lebih kompetitif di pasar global. "Dengan harga gas yang lebih terjangkau, sektor industri dalam negeri dapat bersaing lebih baik dengan negara pesaing dalam menarik investor," ungkap Sanny.
Evaluasi dan Proyeksi Ke Depan
Meski kebijakan ini menunjukkan dampak positif yang signifikan, pemerintah akan terus melakukan evaluasi untuk memastikan pelaksanaannya berjalan optimal. Beberapa pengguna gas bumi tertentu yang sebelumnya terdaftar sebagai penerima HGBT kini tidak lagi termasuk dalam daftar, karena mereka sudah mendapatkan harga gas yang lebih rendah dari ketentuan baru.
Pemerintah berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait guna memastikan bahwa kebijakan ini dapat memberikan manfaat yang luas bagi perekonomian nasional serta kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ke depannya, kebijakan ini diharapkan dapat terus mendorong pertumbuhan industri yang lebih berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan ekonomi negara.
Skema baru harga gas murah yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi industri dan sektor kelistrikan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Dengan harga gas yang lebih kompetitif, daya saing industri nasional akan meningkat, sementara subsidi energi dan beban anggaran negara juga dapat ditekan.