Proyek DME Jadi Pilar Strategi Substitusi LPG Nasional Segera

Jumat, 07 November 2025 | 16:00:17 WIB
Proyek DME Jadi Pilar Strategi Substitusi LPG Nasional Segera

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mendorong percepatan proyek hilirisasi energi, termasuk pengembangan Dimethyl Ether (DME) sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG). 

Saat ini, sebagian besar kebutuhan LPG nasional masih dipenuhi melalui impor, sehingga pemerintah menilai percepatan proyek ini sebagai langkah strategis menuju kemandirian energi.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan, arahan percepatan proyek disampaikan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto dalam Rapat Terbatas di Istana Merdeka.

“Percepatan hilirisasi baik di sektor perikanan, kemudian di sektor pertanian, dan di sektor energi dan mineral batu bara. Tadi kami sudah membicarakan setelah pulang dari Cilegon, arahan Bapak Presiden dari 18 proyek yang sudah selesai pra-FS (feasibility study), dan sudah dibicarakan dengan Danantara, tadi Pak Rosan juga, kita akan selesaikan di tahun ini untuk semuanya,” ujar Bahlil.

Fokus utama dari percepatan ini adalah pengembangan DME sebagai substitusi LPG. Pemerintah menargetkan sebanyak 18 proyek hilirisasi di berbagai sektor, dengan total investasi lebih dari Rp 600 triliun, dapat mulai beroperasi pada 2026.

“Dengan kita melakukan percepatan 18 proyek yang nilai investasinya lebih dari Rp600 triliun, maka ini akan menciptakan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan produk-produknya itu menjadikan sebagai substitusi impor,” tambah Bahlil.

Lonjakan Kebutuhan LPG Dorong Akselerasi Proyek

Bahlil mencatat, konsumsi LPG nasional saat ini mencapai sekitar 1,2 juta ton per tahun. Namun, pada 2026 kebutuhan diproyeksikan meningkat hampir sepuluh kali lipat, yaitu mendekati 10 juta ton. Presiden Prabowo menekankan pentingnya membangun industri energi dalam negeri agar tidak terus bergantung pada impor.

“Kita tahu bahwa tadi kita baru habis resmikan Cilegon, itu kita membutuhkan LPG kurang lebih sekitar 1,2 juta ton per tahun. Maka konsumsi kita nanti ke depan, di 2026, itu sudah mencapai hampir 10 juta ton LPG. Tidak bisa kita lama, kita harus segera membangun industri-industri dalam negeri,” jelasnya.

Dengan lonjakan permintaan tersebut, pemerintah menilai percepatan proyek DME menjadi sangat krusial untuk memenuhi kebutuhan energi domestik, sekaligus mendorong substitusi impor LPG yang selama ini menjadi beban bagi neraca perdagangan nasional.

Evaluasi Teknologi Jadi Fokus Utama

CEO Badan Pengelola Investasi Danantara, Rosan Roeslani, menegaskan bahwa setiap proyek DME akan dievaluasi secara menyeluruh sebelum dieksekusi. Fokus utama evaluasi adalah kemampuan teknologi, terutama karena proyek sebelumnya sempat gagal dijalankan.

“Kita juga memastikan dulu untuk teknologinya, teknologi yang kita utamakan adalah yang up to date juga dan paling efisien lah, karena kan DME ini dulu pernah dicoba jalankan, ya kan? sempat groundbreaking malah, tapi kemudian berhenti,” kata Rosan.

Rosan menambahkan, evaluasi menyeluruh diperlukan agar proyek ini bisa berjalan sesuai target, termasuk proses peletakan batu pertama. Ia juga menyebut bahwa Danantara tidak menghadapi masalah pendanaan karena dapat berinvestasi langsung, meskipun nilai investasinya belum bisa diumumkan.

“Saya nggak ingat angkanya, soalnya ada banyak angka-angkanya,” tambah Rosan.

Sejarah Proyek DME di Indonesia

Sebenarnya, pemerintah telah memulai proyek hilirisasi batu bara menjadi DME sejak 24 Januari 2022 di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, dengan peletakan batu pertama dilakukan oleh Presiden ke-7 Joko Widodo. Namun, proyek ini sempat mengalami kendala ketika mitra awal, perusahaan petrokimia asal AS, Air Products and Chemicals Inc., mundur dari proyek.

Awalnya, Air Products bekerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina Persero, serta Bakrie Group melalui PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia. Ketika mitra tersebut hengkang, pemerintah sempat mencari investor baru dari China, namun hingga saat ini belum ada kepastian titik terang.

Seiring waktu, pemerintah memutuskan untuk meninjau ulang seluruh proyek, memastikan teknologi terbaru digunakan, serta mengamankan pendanaan dan kepastian regulasi agar proyek tidak terhenti di tengah jalan.

DME Sebagai Pilar Hilirisasi Energi

Proyek DME bukan sekadar pengganti LPG impor, tetapi juga menjadi bagian dari strategi hilirisasi energi yang lebih luas. Pemerintah ingin memastikan industri dalam negeri memiliki kemampuan pengolahan dan produksi bahan bakar secara mandiri, sehingga Indonesia tidak lagi tergantung pasokan dari luar.

“Pemerintah ingin memastikan proyek-proyek ini feasible, teknologi terbaru digunakan, dan proyek tidak berhenti di tengah jalan. Hal ini penting untuk mendukung target kemandirian energi nasional,” jelas Rosan.

Ke depan, keberhasilan proyek DME diharapkan dapat menciptakan nilai tambah ekonomi, membuka lapangan kerja, dan menurunkan defisit perdagangan akibat impor LPG. Dengan percepatan yang tepat, pemerintah menargetkan proyek ini mulai beroperasi pada 2026 dan menjadi model bagi hilirisasi energi lainnya.

Dampak Ekonomi dan Strategis

Selain menjawab kebutuhan energi nasional, proyek DME diharapkan mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru, serta mendukung pembangunan industri hilir. 

Proyek ini juga diharapkan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok energi global, karena ketergantungan pada impor bahan bakar dapat dikurangi.

Selain itu, proyek ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk mengoptimalkan sumber daya domestik dan memperluas basis industri dalam negeri. Dengan begitu, hilirisasi energi tidak hanya menjadi proyek teknis, tetapi juga strategi ekonomi nasional yang memberi manfaat jangka panjang bagi masyarakat.

Proyek DME adalah bagian dari 18 proyek hilirisasi yang digarap pemerintah dengan nilai total lebih dari Rp 600 triliun. Fokus utama adalah menggantikan ketergantungan LPG impor, memanfaatkan teknologi terbaru, dan memastikan keberlanjutan proyek. 

Presiden Prabowo Subianto menekankan percepatan pembangunan industri energi nasional agar Indonesia lebih mandiri dan mampu menghadapi lonjakan kebutuhan energi domestik.

Dengan koordinasi ESDM dan Danantara, proyek ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam pembangunan industri energi yang berkelanjutan, sekaligus strategi untuk kedaulatan nasional. 

Proyek DME juga menjadi simbol nyata bahwa Indonesia serius memperkuat hilirisasi energi dan mengurangi ketergantungan impor, sambil menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat.

Terkini

Cara Transfer Saldo Kartu Kredit BCA ke Rekening Pribadi

Jumat, 07 November 2025 | 17:21:42 WIB

10 Asuransi Kesehatan Terbaik Selain BPJS di 2025

Jumat, 07 November 2025 | 17:21:36 WIB

Cara Cek Resi JNE Tokopedia Cepat dan Akurat

Jumat, 07 November 2025 | 17:21:14 WIB