Perketat SLHS, BGN Tegaskan Keamanan Pangan MBG Anak Terjamin

Jumat, 07 November 2025 | 10:18:30 WIB
Perketat SLHS, BGN Tegaskan Keamanan Pangan MBG Anak Terjamin

JAKARTA -Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan setelah muncul dugaan kasus keracunan. 

Insiden ini mendorong Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) wajib memiliki Sertifikat Laik Hygiene dan Sanitasi (SLHS) sebelum mulai beroperasi. 

Langkah ini diambil agar risiko keracunan serupa tidak terulang, dan setiap anak penerima MBG mendapatkan makanan yang aman dan bergizi.

Pentingnya SLHS untuk Setiap SPPG

Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan (Tauwas) BGN, Letjen TNI (Purn.) Dadang Hendrayudha, menekankan bahwa penerbitan SLHS harus dilakukan secara ketat.

“Saya minta kepada Dinas Kesehatan [Dinkes] agar tidak gampang-gampang mengeluarkan SLHS, karena ada prosedur yang harus dilalui. Dapurnya harus memenuhi standar, punya instalasi pengolahan air limbah [IPAL], dan unsur kebersihan lain yang sesuai aturan,” jelasnya.

SLHS menjadi bukti bahwa dapur MBG telah memenuhi standar kebersihan, kesehatan, dan kelayakan fasilitas. Sertifikat ini juga menjadi pedoman pengawasan mutu makanan agar anak-anak yang menerima MBG tetap aman dan sehat.

Kebutuhan SPPG di Kota Jogja

Dadang menjelaskan bahwa kebutuhan operasional SPPG di Kota Jogja mencapai 42 unit, namun hingga saat ini baru 24 SPPG yang beroperasi. Dari jumlah tersebut, belum semua dapur memiliki SLHS. Kondisi ini rawan terhadap risiko kesehatan, mengingat makanan langsung dikonsumsi oleh anak-anak sebagai penerima manfaat MBG.

“Kalau ada yang belum memenuhi syarat, harus diperbaiki dulu. Begitu SLHS dikeluarkan, tidak boleh ada lagi kejadian seperti kemarin [dugaan keracunan karena MBG], karena bisa ikut dimintai pertanggungjawaban,” tegas Dadang. 

Pernyataan ini menegaskan bahwa SLHS bukan sekadar dokumen administratif, melainkan tanggung jawab hukum dan moral bagi pengelola MBG.

Prosedur Ketat Penerbitan SLHS

Penerbitan SLHS tidak bisa dilakukan sembarangan. Dadang menekankan bahwa Dinkes harus melakukan pemeriksaan lapangan menyeluruh terhadap fasilitas dapur MBG. Pemeriksaan ini mencakup kebersihan dapur, kelayakan peralatan masak, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), hingga prosedur pengolahan dan penyimpanan makanan.

Dengan prosedur ini, setiap dapur yang mendapatkan SLHS dipastikan telah memenuhi standar keamanan pangan dan sanitasi. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kasus keracunan akibat bakteri atau kontaminasi makanan lainnya.

Pengawasan Berkala untuk Keamanan Makanan

Selain penerbitan SLHS, BGN meminta Dinkes Kota Jogja melakukan pengecekan berkala terhadap operasional dapur SPPG. Pengecekan ini meliputi persiapan bahan makanan, pengolahan, hingga distribusi ke sekolah. Semua tahapan harus sesuai prosedur keamanan pangan agar anak-anak menerima makanan yang aman dan bergizi.

“Penerapan SLHS harus menjadi pedoman, sekaligus dasar pengawasan berkala. Setiap dapur yang beroperasi tanpa SLHS berisiko menimbulkan masalah hukum dan kesehatan,” ujar Dadang.

Kolaborasi Antar Pihak Terkait

Keberhasilan program MBG tidak hanya bergantung pada SPPG atau Dinkes saja, tetapi juga kolaborasi antara Satgas MBG, relawan, dan pihak sekolah. Semua pihak perlu bekerja sama memastikan makanan yang disajikan sesuai standar.

“Kami ingin memastikan setiap anak menerima makanan bergizi yang aman, sehingga program MBG dapat berjalan efektif tanpa menimbulkan risiko kesehatan,” tambah Dadang. Dengan koordinasi yang baik, pengawasan dapat dilakukan secara menyeluruh mulai dari dapur hingga penerima manfaat di sekolah.

SLHS sebagai Upaya Preventif

SLHS bukan sekadar syarat administratif, tetapi instrumen preventif. Penerapan SLHS diharapkan menumbuhkan kesadaran di kalangan pengelola SPPG bahwa setiap langkah operasional memiliki dampak langsung terhadap kesehatan anak-anak.

Dadang menegaskan, dapur MBG yang memenuhi standar kesehatan dan sanitasi menjadi dasar untuk memastikan keamanan makanan. SLHS juga memungkinkan Dinkes menindaklanjuti pelanggaran atau ketidaksesuaian prosedur dengan dasar hukum dan teknis yang jelas.

Pendidikan dan Kepatuhan SOP

Selain penerapan SLHS, pengelola MBG perlu memahami Standar Operasional Prosedur (SOP). Pengawasan tidak berhenti pada sertifikat, tetapi mencakup kepatuhan terhadap prosedur harian dalam pengolahan dan penyaluran makanan. Dengan demikian, kualitas makanan tetap terjaga dan risiko keracunan dapat diminimalkan.

“SLHS bukan sekadar formalitas, tetapi perlindungan bagi anak-anak kita. Setiap dapur harus disiplin dan tertib prosedur,” tegas Dadang. Kepatuhan terhadap SOP sangat penting untuk menjaga integritas program MBG.

Dampak Positif Penerapan SLHS

Penerapan SLHS secara ketat di setiap SPPG memberikan dampak positif:

Keamanan Pangan Terjamin: Anak-anak menerima makanan bergizi yang aman.

Pengawasan Berkelanjutan: Dinkes dan Satgas MBG dapat memantau kualitas makanan secara rutin.

Akuntabilitas Jelas: Pengelola yang melanggar standar dapat dimintai pertanggungjawaban.

Budaya Kerja Disiplin: Mendorong pengelola MBG memahami pentingnya prosedur sanitasi dan kesehatan.

Dengan penerapan SLHS, program MBG dapat berjalan aman, efektif, dan tepat sasaran.

Kasus dugaan keracunan MBG menjadi peringatan bagi seluruh pihak terkait. Sertifikat Laik Hygiene dan Sanitasi (SLHS) menjadi instrumen penting untuk memastikan dapur MBG aman, higienis, dan sesuai standar. Kolaborasi antara Dinkes, Satgas MBG, relawan, dan pengelola SPPG sangat dibutuhkan agar distribusi makanan bergizi dapat berjalan optimal.

Dengan penerapan SLHS yang ketat dan pengawasan berkala, risiko keracunan dapat diminimalkan. Anak-anak tetap sehat, dan tujuan program MBG untuk memberikan nutrisi berkualitas bagi generasi penerus bangsa dapat tercapai. SLHS bukan sekadar sertifikat, tetapi fondasi utama keberhasilan MBG di Indonesia.

Terkini